Jalan Kaki Cara Efektif Menghapus Emosi Negatif
Agar tidak berkembang menjadi depresi, idealnya jumlah pasokan endorfin ini selalu cukup. Namun sayangnya, ada beberapa kondisi yang menyebabkan produksi endorfin menjadi terhambat sehingga pasokannya tidak sebanding dengan stres yang kita alami. Salah satu penyebabnya adalah, sistem metabolisme di dalam tubuh kita kurang lancar akibat kurangnya aktivitas fisik.
Selain meningkatkan produksi hormon
bahagia, jalan kaki juga mengatasi trauma dengan menyeimbangkan fungsi
otak dan berperan sebagai sarana meditasi.Peran jalan kaki untuk
meningkatkan kebugaran fisik, memang sudah tak diragukan lagi. Sekadar
menenangkan diri, menenangkan pikiran, menghilangkan stress, begitu kata
beberapa orang mengapa mereka suka berjalan kaki. Namun orang memilih
jalan kaki untuk mendetoks emosi, tentu karena manfaatnya tidak hanya
terbukti secara empiris.
Beberapa penelitian membuktikan, sebagian depresi dan trauma juga bisa
disembuhkan dengan terapi alami ini. Menariknya lagi, penelitian yang dilakukan oleh Universitas Temple di Philadelphia, Amerika, membuktikan bahwa berjalan kaki membuat kita lebih bahagia. Kok bisa ya?
Beberapa penelitian membuktikan, sebagian depresi dan trauma juga bisa
disembuhkan dengan terapi alami ini. Menariknya lagi, penelitian yang dilakukan oleh Universitas Temple di Philadelphia, Amerika, membuktikan bahwa berjalan kaki membuat kita lebih bahagia. Kok bisa ya?
Merangsang hormon bahagia
Ternyata, salah satu kuncinya berada pada endorfin, hormon yang dijuluki
“penenang alami” sekaligus “malaikat” pemberi rasa bahagia. Endorfin diproduksi secara alamiah oleh kelenjar otak untuk mengimbangi hormon adrenalin dan kortisol yang melimpah saat kita merasa jengkel, marah, atau stres.
Ternyata, salah satu kuncinya berada pada endorfin, hormon yang dijuluki
“penenang alami” sekaligus “malaikat” pemberi rasa bahagia. Endorfin diproduksi secara alamiah oleh kelenjar otak untuk mengimbangi hormon adrenalin dan kortisol yang melimpah saat kita merasa jengkel, marah, atau stres.
Agar tidak berkembang menjadi depresi, idealnya jumlah pasokan endorfin ini selalu cukup. Namun sayangnya, ada beberapa kondisi yang menyebabkan produksi endorfin menjadi terhambat sehingga pasokannya tidak sebanding dengan stres yang kita alami. Salah satu penyebabnya adalah, sistem metabolisme di dalam tubuh kita kurang lancar akibat kurangnya aktivitas fisik.
Banyak penelitian membuktikan, jalan kaki merupakan aktivitas fisik paling
alamiah (dan mudah!) yang berperan penting bagi kelancaran metabolisme.
Bayangkan saja! Saat berjalan, tanpa disadari sebenarnya kita telah melakukansemacam pijat refleksi dan akupresur pada telapak kaki. Apalagi, jika aktivitasitu dilakukan tanpa memakai alas kaki, di sebuah tempat yang tidak ratapermukaannya seperti pantai, taman rumput, atau jalanan berkerikil.
alamiah (dan mudah!) yang berperan penting bagi kelancaran metabolisme.
Bayangkan saja! Saat berjalan, tanpa disadari sebenarnya kita telah melakukansemacam pijat refleksi dan akupresur pada telapak kaki. Apalagi, jika aktivitasitu dilakukan tanpa memakai alas kaki, di sebuah tempat yang tidak ratapermukaannya seperti pantai, taman rumput, atau jalanan berkerikil.
“Sensasi merasakan tekstur permukaan
bidang yang kita injak dengan telanjangkaki tidak hanya menyegarkan
tubuh, namun juga merangsang sekitar 7000 pusatsaraf untuk bekerja
secara optimal dan melancarkan peredaran darah,” tutur Jane Long, ahli
terapi refleksologi dari Inggris (Times, Agustus 2008).
Kelancaran metabolisme inilah yang ikut menentukan sensitivitas endorfin,
sehingga saat tubuh memerlukan, ia akan menyediakan pasokan dalam jumlah yang cukup. Selain itu, jalan kaki yang dilakukan minimal selama 30 menit juga merangsang produktivitas hormon tersebut. Jadi, jangan heran bila usai berjalan kaki (termasuk di mall!), kepala terasa enteng dan kita merasa lebih bahagia.
sehingga saat tubuh memerlukan, ia akan menyediakan pasokan dalam jumlah yang cukup. Selain itu, jalan kaki yang dilakukan minimal selama 30 menit juga merangsang produktivitas hormon tersebut. Jadi, jangan heran bila usai berjalan kaki (termasuk di mall!), kepala terasa enteng dan kita merasa lebih bahagia.
Mengoptimalkan kedua belahan otak
Beberapa ahli pun meyakini bahwa peran jalan kaki dalam mengatasi emosi
negatif, stres, dan trauma, sebenarnya berpangkal dari mekanisme terapi
bilateral (memanfaatkan kedua sisi tubuh untuk menyeimbangkan fungsi otak). Menurut Thom Hartmann, psikoterapis dari Amerika, emosi negatif seperti stres, depresi, juga trauma, terjadi karena ada peristiwa yang terekam oleh otak dan terperangkap di hipokampus. “Hipokampus merupakan salah satu bagian dari sistem limbik otak yang berfungsi merekam peristiwa selama sehari, untuk dijadikan tabungan memori jangka panjang. Dalam keadaan normal, peristiwa yang kita alami setiap hari seharusnya tidak perlu disimpan di hipokampus karena akan diproses oleh sistem otak secara sempurna.
negatif, stres, dan trauma, sebenarnya berpangkal dari mekanisme terapi
bilateral (memanfaatkan kedua sisi tubuh untuk menyeimbangkan fungsi otak). Menurut Thom Hartmann, psikoterapis dari Amerika, emosi negatif seperti stres, depresi, juga trauma, terjadi karena ada peristiwa yang terekam oleh otak dan terperangkap di hipokampus. “Hipokampus merupakan salah satu bagian dari sistem limbik otak yang berfungsi merekam peristiwa selama sehari, untuk dijadikan tabungan memori jangka panjang. Dalam keadaan normal, peristiwa yang kita alami setiap hari seharusnya tidak perlu disimpan di hipokampus karena akan diproses oleh sistem otak secara sempurna.
Namun sayangnya, keadaan ini tidak
berlaku jika peristiwa yang terekam adalah peristiwa yang kesannya
terlalu kuat, atau terdiri dari beberapa peristiwa yang berbeda
sekaligus. Bila ini terjadi, rekaman yang tidak selesai diproses akan
muncul sebagai mimpi buruk. Sementara itu, sebagian rekaman lain tetap
tertinggal di hipokampus dan dikenali otak sebagai tugas yang belum
selesai,” tutur Hartmann dalam bukunya, Walking Your Blues Away.
Tugas yang terus menumpuk tersebut bisa
membuat hipokampus kewalahan, dan akhirnya menyerahkannya pada alam
bawah sadar untuk diproses lebih lanjut. Bila proses ini terjadi, kita
akan melihat satu peristiwa yang terus…. melekat di kepala dan setiap
adegannya seolah-olah terus menari di pelupuk mata. Tergantung jenis
peristiwanya memang, namun keadaan ini tak boleh dibiarkan karena bisa
mengganggu kestabilan emosi. Peristiwa yang pahit bahkan bisa berlanjut
pada depresi dan trauma.
Untuk mengatasinya, Hartmann percaya
bahwa terapi bilateral merupakan cara efektif untuk mengoptimalkan kerja
hipokampus. “Mirip yang terjadi pada brain gym; saat berjalan kaki
sebenarnya kita sedang melakukan gerakan silang yang bermanfaat untuk
merangsang kerja otak. Perhatikan saja bagaimana ketika kaki kanan
diayunkan, yang otomatis terayun ke depan adalah lengan kiri.
Sebaliknya, ketika kaki kiri diayunkan, maka lengan kanan akan terayun
ke depan.
Gerakan silang kiri-kanan-kiri-kanan
yang dilakukan secara berkesinambungan itu menyebabkan belahan otak kiri
dan kanan akan merangsang impuls-impuls saraf dan meneruskan pesan
secara seimbang, sehingga bisa memproses informasi secara optimal.
Itulah sebabnya, beberapa orang yang menghapus stres dengan berjalan kaki
umumnya bisa merasakan bagaimana bayangan peristiwa yang membuatnya tidak nyaman tersebut menjadi semakin kabur atau tampak semakin menipis,” jelasnya.
umumnya bisa merasakan bagaimana bayangan peristiwa yang membuatnya tidak nyaman tersebut menjadi semakin kabur atau tampak semakin menipis,” jelasnya.
Sarana meditasi
Masih seputar pernyataan Hartmann tadi, Dr. Tb. Erwin Kusuma, SpKJ (K),
psikiater dari Klinik Pro V, Jakarta ber-pendapat bahwa jalan kaki mampu
mengatasi gangguan emosi karena berperan sebagai sarana relaksasi dan meditasi.
psikiater dari Klinik Pro V, Jakarta ber-pendapat bahwa jalan kaki mampu
mengatasi gangguan emosi karena berperan sebagai sarana relaksasi dan meditasi.
Menurut penjelasan Dr Erwin, di dalam meditasi terdapat beberapa tahapan,
antara lain konsentrasi, relaksasi, dan meditasi itu sendiri. “Tahap konsentrasi (saat gelombang otak pada level beta) bisa terjadi bila perhatian
dipusatkan pada satu rangsangan yang dilakukan secara berulang-ulang mulai dengan cara mendengarkan suara, melafalkan kalimat atau kata-kata tertentu, bernapas, hingga gerakan melangkah seperti yang terjadi saat kita berjalan kaki,” tutur Dr Erwin.
antara lain konsentrasi, relaksasi, dan meditasi itu sendiri. “Tahap konsentrasi (saat gelombang otak pada level beta) bisa terjadi bila perhatian
dipusatkan pada satu rangsangan yang dilakukan secara berulang-ulang mulai dengan cara mendengarkan suara, melafalkan kalimat atau kata-kata tertentu, bernapas, hingga gerakan melangkah seperti yang terjadi saat kita berjalan kaki,” tutur Dr Erwin.
Mari ingat-ingat lagi, mengapa sesudah berjalan umumnya kita merasa lebih
santai. Sebagai sarana relaksasi, gerakan melangkah yang berulang-ulang
mengkondisikan gelombang otak kita untuk masuk ke tahap level alfa, kondisi
yang kita cari untuk mendapatkan rasa tenang dan nyaman. Sebabnya, selain
memproduksi hormon endorfln, pada level ini otak juga sangat terbuka terhadap
segala macam bentuk informasi yang diterimanya dari panca indera.
santai. Sebagai sarana relaksasi, gerakan melangkah yang berulang-ulang
mengkondisikan gelombang otak kita untuk masuk ke tahap level alfa, kondisi
yang kita cari untuk mendapatkan rasa tenang dan nyaman. Sebabnya, selain
memproduksi hormon endorfln, pada level ini otak juga sangat terbuka terhadap
segala macam bentuk informasi yang diterimanya dari panca indera.
“Kondisi itu,” Dr Erwin melanjutkan,
“sebenarnya bisa dimanfaatkan lebih jauh untuk memperbaiki gangguan
emosi dan psikologi.” Caranya dengan memprogram diri sendiri agar mampu
mengobati emosi negatif (hipnosis). Misalnya, dengan menanamkan pikiran
positif seperti “Saya baik-baik saja,” “Saya kuat”, atau “Pasti ada
jalan keluarnya”.
Cara ini juga yang diterapkan oleh
Rheina, yang saat menyusuri pantai baru saja putus cinta. “Dibantu suara
ombak, saya mencoba menanamkan keyakinan bahwa nantinya, Tuhan akan
menyiapkan pria lain yang jauh lebih baik untuk saya,” katanya.
Hasilnya? “Saya bisa menerima kenyataan bahwa kami sudah tidak bersama
lagi,” jawab Rheina, yang usai menyusuri pantai memang tampak jauh lebih
tenang dan ceria.
Semudah itukah? Iya. “Selama ada niat,
maka otak akan berperan seperti komputer yang diprogram dengan pesan
tertentu,” Dr Erwin menjelaskan. Oleh sebab itu, jangan pernah lupa
menyisipkan niat sebelum berjalan kaki. “Sebut saja dalam hati, misalnya
untuk mengobati luka batin, menghapus kenangan bersama si dia, atau
hanya sekadar menyalurkan energi yang melimpah karena kita merasa
marah,” Diaz memberi tip.
Berjalan Kaki dengan Meditasi
Agar jalan kaki efektif menghapus emosi negatif, luka batin, dan trauma, ada
beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu:
beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu:
- Bila belum terbiasa, pilih tempat yang paling nyaman untuk berjalan kaki. Jika sekaligus ingin mendapatkan manfaat rekreasi, akupresur, atau refleksi, lakukan di tempat terbuka seperti pantai, jalan berkerikil, atau taman yang berumput dengan bertelanjang kaki.
- Lakukan sendirian tanpa teman atau hewan peliharaan agar lebih mudah menemukan irama langkah kita sendiri.
- Sebelum memulai, ucapkan niat di dalam hati, apa tujuan kita berjalan kaki.
- Mulailah melangkah sealami mungkin. Jangan mengatur irama langkah.Rasakan setiap sensasi yang terjadi pada tubuh, seperti tarikan napas, detak jantung, bahkan aliran darah, tanpa berpikir. Nantinya, irama langkah kita akan mengikuti dengan sendirinya.
- Mulailah menghitung secara perlahan di dalam hati dari 1, 2, 3, sampai
- Setiap sampai pada hitungan ke 10, mulailah menghitung dari awal kembali.
- Konsentrasikan perhatian pada setiap tahapan. Mulai dari mengangkat kaki, mengayun, mendaratkan telapak kaki, lalu mengangkatnya lagi. Sekali lagi,nikmati saja tanpa berpikir. Saat menapakkan kaki, rasakan energi mengalir dari bumi ke telapak kaki,ke seluruh tubuh, dan membuat kita lebih berenergi.
- Saat merasa benar-benar rileks dan tenang, ucapkan afirmasi positif seperti, “Saya tenang”, “Saya sabar”, “Kejadian itu tidak akan membuat saya terganggu”. Camkan dan ucapkan dalam hati berulang kali.Setelah mersa cukup, akhiri dengan mengucap syukur kepada Tuhan.
Ingatkah siapa dirimu 5 tahun lalu, Siapa Dirimu sekarang, dan Akan menjadi Apa dirimu 5 tahun yang akan datang
sumber: http://www.mail-archive.com/nongkrong_bareng2@yahoogroups.com/msg03223.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri masukan untuk saling berdiskusi...