Senin, 28 April 2014

Mencari kunci rezeki yang hilang

Saat ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rezeki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Ditambah lagi dengan berbagai problem kehidupan dan tuntutannya. Sehingga tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Bermunculanlah para koruptor, pencuri, pencopet,  perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggalkan ibadah kepada Allah I untuk mendapatkan secuil uang atau alasan kebutuhan hidup.
Inilah fenomena “hilangnya kunci rezeki” di mata mereka. Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hambaNya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rezeki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia telah menunjukkan kunci-kunci dari pintu rezeki tersebut. Dia pula menjanjikan keluasan rezeki yang tidak disangka-sangka kepada siapa saja yang menempuhnya.
Pada edisi kali ini kami akan menuliskan beberapa hal yang dapat ditempuh agar rezeki halal dari Sang Pemberi dapat diraih, pintu rezeki dari atas langit terbuka, tentu dengan penuh harap dan keyakinan, hanya Dialah yang mencurahkan rezeki kepada hamba – hamba yang Ia kehendaki.

TAKWA KEPADA ALLAH
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rezeki dan menjadikannya terus bertambah. Allah berfirman, artinya : "Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya."(QS. At-Thalaq : 2-3).
Imam Ibnu Katsir ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ berkata tentang firman Allah di atas, "Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya."

ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Termasuk sebab yang mendatangkan rezeki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam , artinya : “Maka aku katakan kepada mereka : "Mohonlah ampun (istighfar) kepada Rabbmu,  sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun" niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS. Nuh : 10-12).
Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ , maka beliau berkata, "Beristighfarlah kepada Allah", lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah". Ada lagi yang mengatakan, "Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!" Maka beliau menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah".
Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah." Maka orang-orang pun bertanya, "Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar." Beliau lalu menjawab, "Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah telah berfirman di dalam surat Nuh (seperti tersebut diatas). Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.

TAWAKKAL KEPADA ALLAH
Allah berfirman, artinya : "Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS. ath-Thalaq : 3).
Nabi telah bersabda, artinya : "Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rezeki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rezeki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang." (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani).
Hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh Imam Ibnu Rajab ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ,
yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.

SILATURRAHIM
Dari Abu Hurairah berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda,artinya : "Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim." (HR. Bukhari).
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, artinya : "Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur." (HR.Ahmad, dishahihkan al-Albani).

INFAQ FI SABILILLAH
Allah berfirman, artinya : "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya." (QS. Saba’ : 39).
Ibnu Katsir ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ berkata, "Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak."Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah bersabda, Allah berfirman, artinya : "Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu." (HR. Muslim).

MENYAMBUNG HAJI DENGAN UMRAH
Berdasarkan pada hadits Nabi r dari Ibnu Mas’ud dia berkata, Rasulullah bersabda, artinya : "Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pandai besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga." (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani).
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.

BERBUAT BAIK KEPADA ORANG LEMAH
Nabi telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rezeki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya : "Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rezeki melainkan karena orang-orang lemah di antara kalian" (HR. Bukhari).
“Dhu’afa” (orang - orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara’, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.

SERIUS DI DALAM BERIBADAH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi bersabda, "Allah berfirman, artinya : "Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan
memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu."
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah,tunduk dan khusyu" hanya kepada Allah,  merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin
sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat yang menguasai Langit dan Bumi.

MENIKAH
Allah berfirman, artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32).
Di antara tafsiran Surat An Nur ayat 32 di atas adalah : Jika kalian itu miskin maka Allah yang akan mencukupi rizki kalian. Boleh jadi Allah mencukupinya dengan memberi sifat qona’ah (selalu merasa cukup) dan boleh jadi pula Allah mengumpulkan dua rizki sekaligus (Lihat An Nukat wal ‘Uyun). Jika miskin saja, Allah akan cukupi rizkinya, bagaimana lagi jika yang bujang sudah berkecukupan dan kaya?
Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud berkata, “Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah”. Lihatlah pemahaman cemerlang dari seorang Ibnu Mas’ud karena yakin akan janji Allah Subhanahu Wata'Ala.

MENAFKAHI PENUNTUT ILMU SYAR’I
Dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik bahwasanya ia berkata: "Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi, maka beliau bersabda : “Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi menjelaskan kepada orang yang mengadu kepadanya karena kesibukan saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga membiarkannya sendirian mencari
penghidupan (bekerja), bahwa ia tidak semestinya mengungkit-ungkit nafkahnya kepada saudaranya, dengan anggapan bahwa rezeki itu datang karena dia bekerja.
Padahal ia tidak tahu bahwasanya Allah membukakan pintu rezeki untuknya karena sebab nafkah yang ia berikan kepada suadaranya yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.
Dan masih banyak lagi pintu-pintu rezeki yang lain, seperti : hijrah, jihad, bersyukur, serta istiqamah, yang tidak dapat disampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Semoga Allah memberikan taufiq dan bimbingan kepada kita semua. Amin.
Wallahu a’lam.
Maraji’ : Kutaib Al-Asbab al-Jalibah li ar-Rizqi, al-Qism al-Ilmi Darul Wathan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri masukan untuk saling berdiskusi...