Pertanyaan klasik yg selalu melekat mengiringi langkah kehidupan setiap orang dewasa adalah kapan menikah? yg ditanyapun selalu mentok dgn pertanyaan ini, bingung gak tau harus menjawab apa. Pertanyaan ini bisa muncul dalam kehidupan sehari-hari misalnya pembicaraan-pembicaraan ringan dgan teman, saudara, atau sekeliling kita tentang kesendirian kita dan ini gak akan terlepas dari kita yg belum berkeluarga. dibutuhkan kebijakan untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan yg datang tanpa harus merasa tertekan secara mental karena ini bukanlah cemohan atau ledekan namun berupa bentuk kasih-sayang dan perhatian terhadap kita. misalnya kalo aku ditanya kapan menikah? just easy to answer it “mei”. mereka akan segera melanjutkan pertanyaan dengan siapa? dimana? akupun mejawab pertanyaan ini dengan senyum dan berkata “meibi yes meibi not”.
Usia akan terus melaju dgan cepat tanpa bisa kita nego untuk
berhenti sejenak. Ummyku bilang umur lelaki itu ibarat traffic light,
di umur 20-24 tahun lampu hijau yang artinya gak masalah jika jodoh
belum mendekat (santai aja bro..), umur 25-30 tahun lampu kuning artinya
hati-hati diusia yang seperti ini karena usia yang sudah cukup matang
untuk membangun rumah tangga. 31-40 tahun lampu merah artinya ikhwan di
usia gini udah dapat digolongkan perjaka tua jika gak juga menemukan
jodohnya. Kalau dipikir-pikir pengibaratan ini benar juga. kebanyakan
dari ikhwan yang resah menanti jodoh di usia lampu kuning karena takut
digolongin dalam usia lampu merah.